Ketika Ku Futur


-----
Ketika ku futur, aku membayangkan akan ada teman-teman yang menasehatiku, mereka akan begitu intens menasehati agar aku kembali ke jalan-Nya. Namun, kenyataan ternyata tidak demikian, terkadang mereka tidak mengetahui diriku futur, pun ketika mereka tahu, mereka menasehatiku sesekali saja.
Kecewa? mungkin iya. Aku pun mencoba merenungkan mengapa hal ini bisa terjadi, dan kudapatkan jawabannya.
Ketika ku futur, aku lebih mudah menyalahkan orang lain, menyalahkan teman-teman yang tidak mengajakku kembali daripada menyalahkan diriku sendiri. Padahal, tidaklah futur terjadi karena kesalahan dan dosaku sendiri. Di samping itu, teman-temanku tidak senantiasa bisa menemaniku, mereka tidak meninggalkanku, hanya saja mereka memang tidak tahu.
Ketika ku futur, ku berharap teman-teman menasehatiku, namun ketika mereka menasehatiku, aku pun bebal dan tidak melaksanakan nasehat itu. Aku seakan-akan menantang nasehat mereka, maka sungguh tak salah jika mereka pun berhenti menasehati. Kewajiban telah mereka laksanakan, mereka tak bisa memaksakan.
Ketika ku futur, aku menuduh teman-teman menjauhiku, padahal hati manusia ada di tangan Allah, bukankah hati yang sudah tidak satu frekuensi pasti akan saling menjauh?
Ketika ku futur, aku bertanya-tanya mengapa teman-teman tidak sedekat lagi seperti dulu, padahal bisa jadi mereka menjaga jarak karena takut tertular penyakit futurku.
Ketika ku futur, aku paham betul banyak hal yang kulakukan salah, namun aku cuek, enggan untuk berubah.
Kini ku sadar, hal pertama yang harus kulakukan adalah kembali kepada Allah, bertaubat, meminta maaf atas diriku yang telah begitu jauh berbelok. Memohon kepada-Nya agar membimbingku kembali sebagaimana Dia dulu membimbingku di awal perjalanan. Kembali mempelajari agama-Nya yang dapat memberikan ketentraman hatiku.
Aku tak ingin berlama-lama di lembah kefuturan, hatiku sakit, kujalani hidup dengan kebahagiaan semu. Wajahku tersenyum dan tertawa namun jauh di dalam sana sedih dan kacau dirasakan jiwa. Ragaku terlihat sibuk, namun hatiku kosong lagi kesepian.
Duhai Tuhanku, terimalah kembali hamba-Mu ini…

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA