Kisah Nabi Adam (29)


📚 Materi Shahih Kisah Para Nabi

📖

*Pembangkangan Qabil*

Nabi Adam mengajak mereka untuk menyembah Allah. Nabi Adam menyaksikan kecenderungan pertama dari anaknya terhadap pangkal kejahatan, yaitu iblis sehingga terjadilah kejahatan pembunuhan yang pertama kali di muka bumi. Salah seorang anak Nabi Adam membunuh saudara kandungnya sendiri. Anak yang jahat itu membunuh saudaranya yang baik. Allah berfirman:

"Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterimalah dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). (QS. al-Maidah: 27)

Dikatakan bahwa pembunuh ingin merebut istri saudara kandungannya untuk dirinya sendiri. Nabi Adam memerintahkan mereka berdua untuk menghadirkan kurban lalu setiap dari mereka menghadirkan kurban yang dimaksud. Allah SWT menerima kurban dari salah satu dari mereka dan menolak kurban yang lain:

"Ia (Qabil) berkata: 'Aku pasti membunuhmu.' Berkata Habil: 'Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa. Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan sekalian alam. (QS. al-Maidah: 27-28)

Perhatikanlah bagaimana Allah SWT menyampaikan kepada kita kalimat-kalimat yang diucapkan oleh anak Nabi Adam yang terbunuh sebagai syahid, dan ia menyembunyikan kalimat-kalimat yang diucapkan oleh si pembunuh. Si pembunuh mengangkat tangannya sambil mengancam, namun calon korban pembunuhan itu berkata dengan tenang:

Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan membawa dosa membunuhku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang lalim. " (QS. al-Maidah: 29)

Kisah lengkapnya yaitu ketika Waktunya tiba ketika dua pemuda tersebut menginginkan pasangan hidup. Ini adalah bagian dari rencana Allah bagi umat manusia, untuk berkembang biak dan membentuk negara-negara dengan budaya dan warna yang berbeda. Allah mewahyukan kepada Adam bahwa ia harus menikahi setiap anak dengan saudara kembar yang lain. Adam memerintahkan anak-anaknya sesuai dengan perintah Allah, tapi Kain tidak senang dengan pasangan yang dipilih untuk dia, karena saudara kembar Habel tidak secantik saudaranya sendiri.
Tampaknya bahwa sejak awal waktu, kecantikan fisik telah menjadi faktor dalam daya tarik antara pria dan wanita. Atraksi ini menyebabkan Kain iri kepada saudaranya Habel. Ia memberontak terhadap perintah Allah dengan menolak untuk menerima nasihat ayahnya.
Sepintas pemberontakan Kain mungkin tampak aneh, tapi kita harus ingat bahwa meskipun manusia memiliki sifat murni, potensi dikotomi tetap ada. Dengan kata lain, ia memiliki kualitas baik dan buruk. Dia bisa menjadi serakah, tamak, posesif, egois dan bahkan destruktif. Manusia, karena itu mampu mencari kepuasan diri bahkan jika itu menyebabkan kegagalan dalam kehidupan ini dan di akhirat. Jalan menuju kebaikan terletak dalam memanfaatkan musuh dalam dirinya, ia mengendalikan diri dengan mengendalikan pikiran jahat dan perbuatan dan berlatih mengatur keinginan dan tindakannya. Upahnya kemudian adalah kelezatan dunia dan akhirat. Demikianlah Allah menguji kita melalui alam kita dibagi.
Adam berada dalam sebuah dilema. Dia menginginkan perdamaian dan harmoni dalam keluarga, sehingga ia meminta bantuan Allah. Allah memerintahkan bahwa setiap anak mempersembahkan korban, dan dia yang korbannya diterima akan memiliki hak di sisinya. Habel mengorbankan untanya yang terbaik sementara Kain mengorbankan gandum terburuk. Pengorbanannya tidak diterima oleh Allah karena ketidaktaatannya kepada ayahnya dan ketidaktulusan dalam persembahannya.
Hal ini membuat Kain semakin marah. Menyadari bahwa harapannya untuk menikahi adiknya sendiri yang lebih cantik memudar, ia mengancam saudaranya. "Aku akan membunuhmu! Saya menolak untuk melihatmu bahagia sementara aku tetap tak bahagia! "
Habel merasa kasihan kepada saudaranya, ia menjawab, "Akan lebih tepat bagimu, saudaraku untuk mencari penyebab ketidakbahagiaanmu dan kemudian berjalan di jalan damai. Allah menerima perbuatan hanya dari orang-orang yang melayani dan takut akan Dia, bukan dari orang-orang yang menolak perintah-Nya."

Sumber:

📕 Kisah Para Nabi, Ustadz Dadan Ahmad Ramdhan

     Kisah Nabi Adam, Ibnu Katsir.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA