Sebab-sebab Pertolongan Allah bag 9
Mahabbah wujud Manisnya Iman
Segala puji Allah yang telah memberikan rahmat, hidayah dan Inayah nya
kepada kita semua.
{قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي
يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
(31)
Katakanlah, "Jika kalian
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosa kalian," Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ayat
yang mulia ini menilai setiap orang yang mengakui dirinya cinta kepada Allah,
sedangkan sepak terjangnya bukan pada jalan yang telah dirintis oleh Nabi
Muhammad Saw.; bahwa sesungguhnya dia adalah orang yang dusta dalam
pengakuannya, sebelum ia mengikuti syariat Nabi Saw. dan agama yang dibawanya
dalam semua ucapan dan perbuatannya. Seperti yang disebutkan di dalam
hadis sahih, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
«مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ
أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ»
Barang siapa yang melakukan suatu amal
perbuatan yang bukan termasuk tuntunan kami, maka amalnya itu ditolak.
Dalam kitab Tauhid, Mahabbah diibaratkan sebagai badan suatu burung yang
mempunyai sayap. Tanpa badan burung itu tidak akan hidup. Begitu pula tanpa
mahabbah keimanan seseorang tidak akan hidup.
Yakni kalian akan memperoleh
balasan yang lebih daripada apa yang dianjurkan kepada kalian agar kalian
mencintai-Nya, yaitu Dia mencintai kalian. Kecintaan Allah kepada kalian
dinilai lebih besar daripada yang pertama, yaitu kecintaan kalian kepada-Nya.
Seperti yang dikatakan oleh sebagian ulama yang
bijak, bahwa duduk perkaranya bukanlah bertujuan agar kamu
mencintai, melainkan yang sebenarnya ialah bagaimana supaya kamu dicintai.
(( ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ
فِيْهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلاَوَةَ الإيْمَانِ: أَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ
المَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِيْ
الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي
النَّارِ )) وفي رواية: ((
لاَ يَجِدُ أَحَدٌ حَلاَوَةَ الإِيْمَانِ حَتَّى ... إلى آخره ))
“Ada tiga perkara, barangsiapa terdapat di dalam dirinya
ketiga perkara itu, maka ia pasti mendapatkan manisnya iman, yaitu: Allah dan
Rasul-Nya lebih ia cintai dari pada yang lain, mencintai seseorang tiada lain
hanya karena Allah, benci (tidak mau kembali) kepada kekafiran setelah ia
diselamatkan oleh Allah darinya, sebagaimana ia benci kalau dicampakkan kedalam
api”.
Ibnu Jarir
meriwayatkan dari Ibnu Abbas ,
bahwa ia berkata:
(( مَنْ أَحَبَّ فِي
اللهِ، وَأَبْغَضَ فِيْ اللهِ، وَوَالَى فِي اللهِ، وَعَادَى فِيْ اللهِ،
فَإِنَّمَا تُنَالُ وِلاَيَةَ اللهِ بِذَلِكَ، وَلَنْ يَجِدَ عَبْدٌ طَعْمَ
الإِيْمَانِ وَإِنْ كَثُرَتْ صَلاَتُهُ وَصَوْمُهُ حَتَّى يَكُوْنَ كَذَلِكَ،
وَقَدْ صَارَ عَامَّةُ مُؤَاخَاةِ النَّاسِ عَلَى أَمْرِ الدُّنْيَا، وَذَلِكَ لاَ
يُجْدِي عَلَى أَهْلِهِ شَيْئًا ))
“Barangsiapa
yang mencintai seseorang karena Allah, membenci karena Allah, membela karena
Allah, memusuhi karena Allah, maka sesungguhnya kecintaan dan pertolongan Allah itu diperolehnya dengan hal-hal
tersebut, dan seorang hamba tidak akan bisa menemukan lezatnya iman, meskipun
banyak melakukan shalat dan puasa, sehingga ia bersikap demikian. Pada umumnya persahabatan yang dijalin di antara manusia dibangun
atas dasar kepentingan dunia, dan itu tidak berguna sedikitpun baginya”.
Menurut Ibnu
Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari, ini mengindikasikan bahwa tidak semua
orang bisa merasakannya. Sebagaimana manisnya madu hanya akan dirasakan oleh
orang yang sehat, sedangkan orang yang sakit kuning tidak mampu merasakan
manisnya. Demikian pula manisnya iman. Ia hanya didapatkan oleh orang-orang
yang imannya “sehat.
Manisnya iman (حَلاَوَةُ الإِيمَانِ)
juga mengingatkan kita ibarat pohon, iman itu memiliki buah manisnya bisa
dirasakan oleh seorang mukmin.Tentu saja pohon baru bisa berbuah ketika akarnya teguh dan pohonnya kuat.
Jadi ia tidak mudah dirasakan oleh setiap orang.
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ
اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ
وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ * تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا
وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan
cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim
dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia
supaya mereka selalu ingat. (QS. Ibrahim : 24-25)
Sebagian
ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan manisnya iman (حَلاَوَةُ الإِيمَانِ) merasakan lezatnya ketaatan dan memiliki
daya tahan menghadapi rintangan dalam menggapai ridha Allah, lebih mengutamakan
ridha-Nya dari pada kesenangan dunia, dan merasakan lezatnya kecintaan kepada
Allah dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Karena
itu kuatnya keimanan dibangun atas dasar mahabbah.
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ
تَوَلَّوْا
Katakanlah,
"Taatilah Allah dan Rasul-Nya, jika kalian berpaling
فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكافِرِينَ
maka sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang kafir? (Ali Imran: 32)
Ayat ini memberikan
pengertian bahwa menyimpang dari jalan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya
merupakan perbuatan yang kufur; dan Allah tidak menyukai orang yang mempunyai
sifat demikian, sekalipun ia mengakui bahwa dirinya cinta kepada Allah dan
selalu mendekatkan diri kepada-Nya, sebelum ia mengikuti Rasul yang ummi
penutup para rasul yang diutus untuk seluruh makhluk jin dan manusia. Karena
seandainya para nabi —dan bahkan para rasul atau mereka yang dari kalangan ulul
azmi— berada di zaman Nabi Muhammad Saw., maka tiada jalan Lain bagi mereka
kecuali mengikuti Nabi Muhammad Saw., taat kepadanya, serta mengikuti
syariatnya. Karena itu Mahabbah tidak diwujudkan dengan pengakuan saja, tetapi
harus dengan menjalankan syariat.
Sumber: tafsir Alquranul ‘Adziim dan Fathul Bari
https://risalah12.blogspot.co.id,
WA 0895371970258
facebook: Mutiara Ar-Risalah , ArRisalah Press
(085703330418)
Komentar
Posting Komentar