Penjelasan ayat2 Haji dan qurban

Segala Puji hanya bagi Allah, karena rahmat, hidayah dan inayah Nya in syaa Allah kita akan berada di bulan dzulhijjah yang diantaranya disyari'atkan ibadah haji dan qurban.

ﺫَٰﻟِﻚَ ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﻌَﻈِّﻢْ ﺣُﺮُﻣَﺎﺕِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻓَﻬُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻟَﻪُ ﻋِﻨْﺪَ ﺭَﺑِّﻪِ ۗ ﻭَﺃُﺣِﻠَّﺖْ ﻟَﻜُﻢُ ﺍﻟْﺄَﻧْﻌَﺎﻡُ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﺎ ﻳُﺘْﻠَﻰٰ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ۖ ﻓَﺎﺟْﺘَﻨِﺒُﻮﺍ ﺍﻟﺮِّﺟْﺲَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺄَﻭْﺛَﺎﻥِ ﻭَﺍﺟْﺘَﻨِﺒُﻮﺍ ﻗَﻮْﻝَ ﺍﻟﺰُّﻭﺭِ
Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.

Yakni pengagungan terhadap apa yang terhormat (hurumat) di sisi Allah adalah karena memuliakan hurumat termasuk perkara yang dicintai Allah, dapat mendekatkan diri kepada Allah, di mana orang yang memuliakan dan mengagungkannya akan Allah berikan pahala yang besar, bahkan sebagai kebaikan baginya untuk agamanya, dunianya dan akhiratnya.

Termasuk didalamnya yaitu semua yang terhormat di sisi Allah dan diperintahkan untuk dimuliakan. Seperti bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab), tanah Haram (Mekah), ihram, ibadah-ibadah yang diperintahkan Allah untuk dikerjakan. Memuliakan hurumat tersebut adalah dengan membesarkannya di hati, mencintainya, menyempurnakan ibadah di sana, tidak meremehkan dan tidak malas, serta tidak merasa berat.
Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan nikmat dan ihsan-Nya berupa penghalalan-Nya untuk hamba-hamba-Nya binatang ternak, yang terdiri dari unta, sapi dan kambing.

Seperti yang disebutkan dalam surah Al Maa’idah : 3, akan tetapi karena rahmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya, Dia mengharamkan hal tersebut untuk menyucikan jiwa mereka, membersihkan mereka dari syirk dan ucapan dusta.

Allah berfirman, "Itulah apa yang Kami perintahkan (kepada kamu sekalian) berupa amal-amal ketaatan dalam menunaikan manasik dan pahala yang berlimpah yang telah dijanjikan-Nya bagi para pelakunya."
} ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﻌَﻈِّﻢْ ﺣُﺮُﻣَﺎﺕِ ﺍﻟﻠَّﻪِ {
Dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah. (Al-Hajj: 30)
Yakni barang siapa yang menjauhi perbuatan-perbuatan durhaka dan apa-apa yang diharamkan oleh Allah yang bila dilanggar pelakunya berarti melakukan suatu dosa besar.
} ﻓَﻬُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻟَﻪُ ﻋِﻨْﺪَ ﺭَﺑِّﻪِ {
maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. (Al-Hajj: 30)
Maka baginya kebaikan yang banyak dan pahala yang berlimpah berkat memelihara dirinya dari hal-hal tersebut. Sebagaimana mengerjakan amal ketaatan, pelakunya dapat pahala yang banyak dan balasan yang berlimpah; demikian pula halnya meninggalkan hal-hal yang diharamkan dan menjauhi apa-apa yang dilarang oleh Allah Swt.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa Mujahid pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah. (Al-Hajj: 30)

Bahwa yang dimaksud dengan
hurumat ini ialah hal-hal yang terhormat di sisi Allah (lain dengan pendapat di atas yang mengartikannya sebagai hal-hal yang diharamkan Allah), yaitu kesucian tanah Mekah, ibadah haji, ibadah umrah, dan semua yang dilarang oleh Allah, berupa perbuatan-perbuatan maksiat (durhaka) terhadap-Nya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Zaid.

ﺣُﻨَﻔَﺎﺀَ ﻟِﻠَّﻪِ ﻏَﻴْﺮَ ﻣُﺸْﺮِﻛِﻴﻦَ ﺑِﻪِ ۚ ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﺸْﺮِﻙْ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻓَﻜَﺄَﻧَّﻤَﺎ ﺧَﺮَّ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀِ ﻓَﺘَﺨْﻄَﻔُﻪُ ﺍﻟﻄَّﻴْﺮُ ﺃَﻭْ ﺗَﻬْﻮِﻱ ﺑِﻪِ ﺍﻟﺮِّﻳﺢُ ﻓِﻲ ﻣَﻜَﺎﻥٍ ﺳَﺤِﻴﻖٍ
dengan ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia. Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.

Firman Allah Swt.:
} ﺣُﻨَﻔَﺎﺀَ ﻟِﻠَّﻪِ {
dengan ikhlas kepada Allah. (Al-Hajj: 31) .
Yakni dengan mengikhlaskan niat dalam beragama karena Allah, menyimpang dari kebatilan menuju ke jalan yang hak. Karena itulah dalam firman Allah Swt. selanjutnya disebutkan:
} ﻏَﻴْﺮَ ﻣُﺸْﺮِﻛِﻴﻦَ ﺑِﻪِ {
tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia.
(Al-Hajj: 31)
Kemudian Allah Swt. membuatkan tamsil (perumpamaan) perihal orang musyrik dalam hal kesesatannya dan kebinasaannya dan kejauhannya dari jalan hidayah. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
} ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﺸْﺮِﻙْ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻓَﻜَﺄَﻧَّﻤَﺎ ﺧَﺮَّ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀِ {
Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah jatuh dari langit, lalu disambar oleh burung. (Al-Hajj: 31)
Maksudnya, terjatuh dari ketinggian, lalu disambar oleh burung selagi masih di udara.
} ﻓَﺘَﺨْﻄَﻔُﻪُ ﺍﻟﻄَّﻴْﺮُ {
atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. (Al-Hajj: 31)
Yaitu jauh lagi membinasakan setiap orang yang terjatuh padanya. Karena itu, telah disebutkan di dalam hadis Al-Barra yang menyebutkan bahwa sesungguhnya orang kafir itu apabila dimatikan oleh malaikat pencabut nyawa, mereka langsung membawa naik rohnya ke langit. Akan tetapi, semua pintu langit tidak dibukakan untuknya. Akhirnya rohnya dilemparkan dari langit (ke tempat yang jauh). Kemudian Al-Barra membaca ayat ini. Hadis ini telah disebutkan berikut semua teks dan jalur-jalur periwayatannya di dalam tafsir surat Ibrahim.
Allah Swt. telah membuat perumpamaan lainnya bagi orang-orang musyrik di dalam surat Al-An'am, yaitu melalui firman-Nya:
} ﻗُﻞْ ﺃَﻧَﺪْﻋُﻮ ﻣِﻦْ ﺩُﻭﻥِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻣَﺎ ﻟَﺎ ﻳَﻨْﻔَﻌُﻨَﺎ ﻭَﻻ ﻳَﻀُﺮُّﻧَﺎ ﻭَﻧُﺮَﺩُّ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻋْﻘَﺎﺑِﻨَﺎ ﺑَﻌْﺪَ ﺇِﺫْ ﻫَﺪَﺍﻧَﺎ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻛَﺎﻟَّﺬِﻱ ﺍﺳْﺘَﻬْﻮَﺗْﻪُ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴﻦُ ﻓِﻲ ﺍﻷﺭْﺽِ ﺣَﻴْﺮَﺍﻥَ ﻟَﻪُ ﺃَﺻْﺤَﺎﺏٌ ﻳَﺪْﻋُﻮﻧَﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﻬُﺪَﻯ ﺍﺋْﺘِﻨَﺎ ﻗُﻞْ ﺇِﻥَّ ﻫُﺪَﻯ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻫُﻮَ ﺍﻟْﻬُﺪَﻯ {
Katakanlah, "Apakah kita akan menyeru selain dari Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudaratan kepada kita dan (apakah) kita akan dikembalikan ke belakang, sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh setan di pesawangan yang menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan), 'Marilah ikuti kami, Katakanlah, 'Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya)
petunjuk' (Al-An'am: 71), hingga akhir ayat."

ﺫَٰﻟِﻚَ ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﻌَﻈِّﻢْ ﺷَﻌَﺎﺋِﺮَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﻣِﻦْ ﺗَﻘْﻮَﻯ ﺍﻟْﻘُﻠُﻮﺏِ
Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. (Qs Al Hajj: 32)

Syi'ar Allah adalah tanda-tanda agama Allah yang nampak, termasuk di antaranya segala amalan yang dilakukan dalam rangka ibadat haji, tempat-tempat mengerjakannya, hewan yang dihadiahkan ke Baitullah, dsb.
Dengan demikian, mengagungkan syiar-syiar Allah merupakan bukti ketakwaan di hati.

ﻟَﻜُﻢْ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻣَﻨَﺎﻓِﻊُ ﺇِﻟَﻰٰ ﺃَﺟَﻞٍ ﻣُﺴَﻤًّﻰ ﺛُﻢَّ ﻣَﺤِﻠُّﻬَﺎ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﺒَﻴْﺖِ ﺍﻟْﻌَﺘِﻴﻖِ
Bagi kamu pada binatang-binatang hadyu itu ada beberapa manfaat, sampai kepada waktu yang ditentukan, kemudian tempat wajib (serta akhir masa) menyembelihnya ialah setelah sampai ke Baitul Atiq (Baitullah). (Qs Al Hajj 33)

Maksudnya, binatang (unta, lembu, kambing, biri-biri) yang dibawa ke ka'bah untuk mendekatkan diri kepada Allah, disembelih di tanah Haram dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir miskin dalam rangka ibadat haji.
Maksudnya, binatang-binatang hadyu itu boleh kamu ambil manfaatnya, seperti dikendarai, diambil susunya dan sebagainya, sampai hari nahar untuk disembelih apabila sampai ke tempatnya, yaitu semua tanah Haram, seperti Mina dan lainnya. Setelah mereka menyembelihnya, maka mereka bisa makan, menghadiahkan dan memberikan kepada orang yang sengsara lagi fakir.

Ibnu Jarîr Ath-Thabary rahimahullâh berkata, “Jadikanlah, (wahai Muhammad), shalatmu seluruhnya ikhlas hanya untuk
Rabb-mu tanpa (siapapun) yang bukan Dia, di antara sekutu-sekutu dan sembahan-sembahan. Demikian pula sembelihanmu, jadikanlah hanya untuk-Nya, tanpa berhala-berhala, sebagai kesyukuran kepada-Nya terhadap segala sesuatu yang Allah berikan kepadamu, berupa kemuliaan dan kebaikan yang tiada bandingannya, dan Dia mengkhususkan engkau dengannya, yaitu pemberian Al-Kautsar kepadamu.” [1]
Ibnu Katsîr rahimahullâh berkata, “Ibnu ‘Abbâs, ‘Athâ`, Mujâhid, ‘Ikrimah, dan Al-Hasan berkata, ‘Yang diinginkan oleh hal tersebut adalah menyembelih unta dan (hewan lain) yang semisal dengannya.’ Demikian pula perkataan Qatâdah, Muhammad bin Ka’b Al-Qurazhy, Adh-Dhahhâk, Ar-Rabî’, ‘Athâ` Al-Khurasâny, Al-Hakam, Ismail bin Abu Khâlid, dan ulama salaf yang lain. ….” Lalu, beliau membawakan beberapa pendapat lain dari penafsiran ayat, kemudian menyatakan, “Yang benar adalah pendapat pertama bahwa yang dimaksud dengan an-nahr ‘menyembelih’ adalah sembelihan manasik ….”
Allah Subhânahû wa Ta’âlâ berfirman,
ﻗُﻞْ ﺇِﻥَّ ﺻَﻠَﺎﺗِﻲ ﻭَﻧُﺴُﻜِﻲ ﻭَﻣَﺤْﻴَﺎﻱَ ﻭَﻣَﻤَﺎﺗِﻲ ﻟِﻠَّﻪِ ﺭَﺏِّ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴﻦَ . ﻟَﺎ ﺷَﺮِﻳﻚَ ﻟَﻪُ ﻭَﺑِﺬَﻟِﻚَ ﺃُﻣِﺮْﺕُ ﻭَﺃَﻧَﺎ ﺃَﻭَّﻝُ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴﻦَ
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya. Demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan saya adalah orang yang pertama-tama berserah diri (kepada Allah).’.” [Al-An’âm: 162-163 ]
Allah Subhânahû wa Ta’âlâ menjelaskan pula bahwa berqurban adalah perkara yang disyariatkan pada seluruh agama sebagaimana dalam firman-Nya ‘Azza wa Jalla ,
ﻭَﻟِﻜُﻞِّ ﺃُﻣَّﺔٍ ﺟَﻌَﻠْﻨَﺎ ﻣَﻨْﺴَﻜًﺎ ﻟِﻴَﺬْﻛُﺮُﻭﺍ ﺍﺳْﻢَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﺎ ﺭَﺯَﻗَﻬُﻢْ ﻣِﻦْ ﺑَﻬِﻴﻤَﺔِ ﺍﻟْﺄَﻧْﻌَﺎﻡِ ﻓَﺈِﻟَﻬُﻜُﻢْ ﺇِﻟَﻪٌ ﻭَﺍﺣِﺪٌ ﻓَﻠَﻪُ ﺃَﺳْﻠِﻤُﻮﺍ
“Dan bagi tiap-tiap umat, telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban) supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah (Allah) rezekikan kepada mereka. Maka Rabb kalian ialah
Rabb yang Maha Esa. Oleh karena itu, berserahdirilah kalian kepada-Nya.” [Al-Hajj: 34 ]
Allah ‘Azza wa Jalla juga menjelaskan bahwa ibadah agung ini adalah salah satu simbol syariat-Nya sebagaimana dalam firman-Nya,
ﻭَﺍﻟْﺒُﺪْﻥَ ﺟَﻌَﻠْﻨَﺎﻫَﺎ ﻟَﻜُﻢْ ﻣِﻦْ ﺷَﻌَﺎﺋِﺮِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻟَﻜُﻢْ ﻓِﻴﻬَﺎ ﺧَﻴْﺮٌ ﻓَﺎﺫْﻛُﺮُﻭﺍ ﺍﺳْﻢَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﺻَﻮَﺍﻑَّ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻭَﺟَﺒَﺖْ ﺟُﻨُﻮﺑُﻬَﺎ ﻓَﻜُﻠُﻮﺍ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﻭَﺃَﻃْﻌِﻤُﻮﺍ ﺍﻟْﻘَﺎﻧِﻊَ ﻭَﺍﻟْﻤُﻌْﺘَﺮَّ ﻛَﺬَﻟِﻚَ ﺳَﺨَّﺮْﻧَﺎﻫَﺎ ﻟَﻜُﻢْ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗَﺸْﻜُﺮُﻭﻥَ . ﻟَﻦْ ﻳَﻨَﺎﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻟُﺤُﻮﻣُﻬَﺎ ﻭَﻟَﺎ ﺩِﻣَﺎﺅُﻫَﺎ ﻭَﻟَﻜِﻦْ ﻳَﻨَﺎﻟُﻪُ ﺍﻟﺘَّﻘْﻮَﻯ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﻛَﺬَﻟِﻚَ ﺳَﺨَّﺮَﻫَﺎ ﻟَﻜُﻢْ ﻟِﺘُﻜَﺒِّﺮُﻭﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﺎ ﻫَﺪَﺍﻛُﻢْ ﻭَﺑَﺸِّﺮِ ﺍﻟْﻤُﺤْﺴِﻨِﻴﻦَ
“Dan telah Kami jadikan unta-unta itu untuk kalian sebagai bagian dari syiar Allah, yang kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian, apabila (unta-unta itu) telah roboh (mati), makanlah sebagiannya serta beri makanlah orang yang rela dengan sesuatu yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu untuk kalian, mudah-mudahan kalian bersyukur. Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kalian supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kalian. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” [Al-Hajj: 36-37 ]
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam mensyariatkan ibadah qurban melalui ucapan, perbuatan, serta penetapan beliau.
Syariat berdasarkan ucapan beliau tersirat dari sabda beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam ,
ﻣَﻦْ ﺫَﺑَﺢَ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ ﻓَﺈِﻧَّﻤَﺎ ﺫَﺑَﺢَ ﻟِﻨَﻔْﺴِﻪِ ، ﻭَﻣَﻦْ ﺫَﺑَﺢَ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ ﻓَﻘَﺪْ ﺗَﻢَّ ﻧُﺴُﻜُﻪُ ، ﻭَﺃَﺻَﺎﺏَ ﺳُﻨَّﺔَ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴﻦَ
“Siapa yang menyembelih sebelum shalat, sembelihannya hanyalah untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang menyembelih setelah pelaksanaan shalat (‘Id), nusuk -nya (sembelihannya) telah sempurna dan ia telah mencocoki sunnah kaum muslimin.” [2]
Syariat berdasarkan perbuatan beliau terurai dari penuturan Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu ,
ﺿَﺤَّﻰ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَ ﺳَﻠَّﻢَ ﺑِﻜَﺒْﺸَﻴْﻦِ ﺃَﻣْﻠَﺤَﻴْﻦِ ﺃَﻗْﺮَﻧَﻴْﻦِ ﺫَﺑَﺤَﻬُﻤَﺎ ﺑِﻴَﺪِﻩِ ﻭَﺳَﻤَّﻰ ﻭَﻛَﺒَّﺮَ ﻭَﻭَﺿَﻊَ ﺭِﺟْﻠَﻪُ ﻋَﻠَﻰ ﺻِﻔَﺎﺣِﻬِﻤَﺎ .
“Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan dua kambing jantan yang
amlah [3] . Beliau menyembelih kedua (kambing) tersebut dengan tangan beliau. Beliau membaca basmalah dan bertakbir serta meletakkan kaki beliau di atas badan kedua (kambing) itu.” [4]
Adapun berdasarkan penetapan (persetujuan) beliau, hal tersebut bisa dipahami dari hadits Jundub bin Sufyah Al-Bajaly radhiyallâhu ‘anhu bahwa beliau berkata, “Saya menyaksikan ‘Idul Adha bersama Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam . Tatkala menyelesaikan shalat bersama manusia, beliau melihat seekor kambing yang telah disembelih. Lalu, beliau bersabda,
ﻣَﻦْ ﺫَﺑَﺢَ ﻗَﺒْﻞَ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓِ ﻓَﻠْﻴَﺬْﺑَﺢْ ﺷَﺎﺓً ﻣَﻜَﺎﻧَﻬَﺎ ﻭَﻣَﻦْ ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﺫَﺑَﺢَ ﻓَﻠْﻴَﺬْﺑَﺢْ ﻋَﻠَﻰ ﺍﺳْﻢِ ﺍﻟﻠَّﻪِ .
“Barangsiapa yang menyembelih sebelum pelaksanaan shalat (‘Id), hendaknya ia menyembelih kambing (lain) sebagai pengganti, dan barangsiapa yang belum menyembelih, hendaknya dia menyembelih dengan (menyebut) nama Allah.” [5]

[1] Tafsir Ibnu Jarîr 24/696. Dalam Tafsir-nya 8/504, Ibnu Katsîr menganggap bahwa ucapan Ibnu Jarîr di atas sangatlah indah.
[2] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim dari Al-Barâ` bin Azib radhiyallâhu ‘anhumâ dan Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu .
[3] Kambing amlah adalah kambing yang berbulu putih dan hitam, tetapi bulu putihnya lebih mendominasi. Demikian keterangan Al-Kisâ’iy. Adapun menurut Ibnul ‘Araby, itu adalah kambing yang bersih nan putih. Demikian nukilan Ibnu Qudamah dalam Al-Mughny .
[4] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim.
[5] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry, Muslim, dan An-Nasâ`iy.

Wallahu A'lam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA