KAJIAN ANALISIS HADITS SEDEKAP DALAM SHALAT

**
(Bgaian ke-2)
2. POSISI BERSEDEKAP KETIKA SHALAT
A. Bersedekap meletakkan tangan di dada (ulu hati)
dalil yang digunakannya adalah hadits dari Wa’il bin Hujr radliyallaahu ‘anhu. Hadits Wa’il memiliki 2 jalur periwayatan:
صليت مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ووضع يده اليمنى على يده اليسرى على صدره
“Aku pernah shalat bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya, di dadanya” [Shahih Ibn Khuzaimah no. 468].
Lengkap sanadnya:
1. Shahih Ibn Khuzaimah no. 468
(468)- نا أَبُو مُوسَى، نا مُؤَمَّلٌ، نا سُفْيَانُ، عَنْ عَاصِمِ بْنِ كُلَيْبٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ، قَالَ: " صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى يَدِهِ الْيُسْرَى عَلَى صَدْرِهِ "
Jarh Ta’dil:
Sanad hadits ini dha’if karena adanya perawi Muammal bin Ismail
Ta’dil
- Ibnu Ma’in berkata : “Tsiqah”. Abu Haatim berkata : “Shaduuq (jujur), kuat berpegang pada sunnah, namun banyak salahnya”.
Jarh
- Al-Bukhariy berkata: “Munkarul-hadiits”.
- Abu Dawud mengagungkan dan meninggikannya, namun ia (Mu’ammal) telah keliru pada suatu hal.
- Aahmad bin Syu’aib An-Nasai berkata: Tsiqah namun banyak salahnya.
- Ibnu Hibban menyebutkanya dalam Ats-Tsiqaat, namun kemudian memberikan komentar. “Terkadang salah”.
- Abu Zur’ah berkata : “Dalam haditsnya banyak kesalahan”.
- Muhammad bin Nashr Al-Marwaziy berkata : “Muammal itu, apabila bersendiri (dalam meriwayatkan) satu hadits, maka wajib untuk dihentikan dan tetap di situ, karena ia seorang yang lemah hafalannya dan banyak keliru”.
- Al-Haafizh Ibn Hajar berkata: Shaduq jelek hafalan.
- Zakariya bin Yahya As-Saaji berkata: Shaduq, banyak salahnya dan banyak kelirunya (Lahu Auham)
[lihat selengkapnya dalam Tahdziibut-Tahdziib 10:380-381 no. 682 dan Miizaanul-I’tidaal 4;228-229 no. 8949 dan At-Taqriib hal. 987 no. 7078].
2. Sunan Kubra Al-Baihaqi no. 2.131
(2131)- أَخْبَرَنَا أَبُو سَعْدٍ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ الصُّوفِيُّ، أنبأ أَبُو أَحْمَدَ بْنُ عَدِيٍّ الْحَافِظُ، ثنا ابْنُ صَاعِدٍ، ثنا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعِيدٍ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ حُجْرٍ الْحَضْرَمِيُّ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الْجَبَّارِ بْنِ وَائِلٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أُمِّهِ، عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ، قَالَ: " حَضَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ إِذَا أَوْحِينَ نَهَضَ إِلَى الْمَسْجِدِ، فَدَخَلَ الْمِحْرَابَ، ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ بِالتَّكْبِيرِ، ثُمَّ وَضَعَ يَمِينَهُ عَلَى يُسْرَاهُ عَلَى صَدْرِهِ
Jarh Ta’dil
Sanad hadits ini dha’if karena adanya perawi lemah:
1. Ummihi (Ibunya)
Sa’id menerima dari bapaknya, ia menerima dari Ibunya.
Ibunya tidak diketahui siapa nama atau tarjamahnya (mubham)
2. Abdil Jabbaar bin Wa’il
Dia rawi tsiqah, periwayatannya sedikit namun beliau memursalkan hadits pada bapaknya karena tidak liqo. Dengan itulah Ibn Hibban memberikan komentar : siapasaja yang mengira ia mendengar dari bapaknya, maka sungguh ia telah keliru.
Lebih heran, disini ia menerima dari Ibunya. Dan ibunya tidak diketahui baik namanya, muridnya, gurunya, dan seluruh tentang beliau tertutup (mubham)
3. Sa’id bin Abdil Jabbaar biin Wa’il
- Imam Al-Bukhari berkata : Fiihi Nazhar. Ketika imam Bukhari berkata demikian, itu artinya rawi tersebut tidak bisa dijadikan hujjah dan tidak bisa dijadikan penguat
- Al-Haafizh Ibn Hajar berkata dalam Taqriibnya: Dhaiif
- Imam Mulsim bin Hajjaj berkata : Matruukul Hadiits
- Imam Yahya bin Ma’in berkata : Tidak terdapat padanya ketsiqahan
Kedua hadits ini tidak bisa saling menguatkan karena Muammal dan Sa’id menduduki jarh yang yang berat.
*KESIMPULAN*
Hadits yang menerangkan tentang posisi sedekap di shadr (ulu hati) tidak ada yang shahih. Kedhaifannya ada pada rawi Mu’ammal,
1. Terdapat tautsiq baginya diantaranya Ishaq bin Rahawaih dan Yahya bin Ma’in. Namun Adz Dzahabi menjelaskan: “Abu Hatim berkata: ‘Ia shaduq, tegar dalam sunnah, namun sering salah’. Sebagian ulama mengatakan bahwa kitab-kitabnya dikubur, lalu ia menyampaikan hadits dengan hafalannya sehingga sering salah”. Ibnu Hajar juga mengatakan: “Shaduq, buruk hafalannya”. Lebih keras lagi Jarh imam Al-Bukhari dengan ungkapan Munkarul Hadits.
2. Dengan statusnya yang shaduq, banyak keliru, jelek hafalan dan munkarul hadits ditambah ia tafarrud dalam meriwayatkan hadits ini.
3. Periwayatan Mu’ammal dari Sufyan Ats Tsauri bermasalah.
4. Periwayatan Mu’ammal menyelisihi para perawi lain yang tsiqah yang meriwayatkan dari Sufyan Ats Tsauri dengan tanpa tambahan lafadz عَلَى صَدْرِهِ (pada dadanya / ulu hatinya). Menunjukkan riwayat ini syadz dan Munkar.
Bersambung ke bagian tiga….
Semoga Bermanfaat,
Robi Permana
Margaasih, 18 April 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

mati karena sesuai dengan kebiasaannya

ILMU TERBAGI MENJADI DUA (ILMU DHARURI DAN ILMU NAZHARI)

BERBAKTI KEPADA ORANG TUA